Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag RI
Indonesia harus menghadapi pergolakan ekonomi global pada tahun 2013 ini dengan optimis. Sebab, dalam hal perekonomian, pemerintah Indonesia tidak hanya berorientasi pada ekspor. Kebijakan ini sangat tepat karena fakta menunjukkan bila perdagangan dalam negeri memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional di saat sejumlah negara maju justru terkena dampak krisis ekonomi global yang melanda Eropa dan Amerika.
Di tengah menurunnya kinerja pasar ekspor, perdagangan antar daerah dan antar pulau bisa menjadi alternative yang sangat menjanjikan. Hal ini didukung oleh sangat beragamnya potensi sumber daya alam dan juga sumber daya manusia yang dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, suku, budaya.
Yang menarik, masing-masing pulau dan daerah memiliki potensi yang berbeda-beda dan saling mengisi satu sama lain. Fakta keragaman potensi antar daerah ini merupakan modal besar untuk menggerakkan roda perdagangan dalam negeri pada umumnya dan keuntungan ekonomi yang besar bagi tiap-tiap daerah.
Contoh yang paling mudah dilihat adalah potensi Pulau Jawa sebagai sentra pemasaran berbagai produk dan komoditas dari Luar Pulau Jawa, semisal Sulawesi, Kalimantan, Papua dan Sumatera. Pasalnya, pulau ini paling padat penduduknya dan sangat sempit lahannya untuk dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Langkah yang diambil oleh Kemendag untuk memperkuat pasar domestik ini juga sejalan dengan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Periode 2010-2014. Dijelaskan bahwa Pembangunan Perdagangan dalam lima tahun ke depan akan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014 serta bertumpu pada keseimbangan antara pembangunan perdagangan dalam negeri dan pembangunan perdagangan luar negeri.
Artinya, peningkatan pertumbuhan ekspor nonmigas dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi harus diiringi dengan penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan barang domestik serta menciptakan iklim usaha yang sehat. Terkait dengan ini, maka arah kebijakan pembangunan perdagangan dalam negeri adalah: “Peningkatan penataan sistem distribusi nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian usaha, dan daya saing produk domestik” .
Adapun strategi yang telah ditetapkan dalam periode 2010-2014 adalah:
- Meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intra wilayah melalui pengembangan jaringan distribusi perdagangan, untuk mendorong kelancaran arus barang sehingga ketersediaan barang dan kestabilan harga dapat terjaga.
- Meningkatkan iklim usaha perdagangan, melalui persaingan usaha yang sehat dan pengamanan perdagangan, untuk mendorong pengembangan usaha kecil menengah, peningkatan usaha ritel tradisional dan modern, bisnis waralaba, termasuk pengembangan pola kerja sama yang saling menguntungkan antarpelaku usaha.
- Mendorong terciptanya pengelolaan resiko harga, transparansi harga, pemanfaatan alternatif pembiayaan, dan efisiensi distribusi melalui peningkatan efektivitas perdagangan berjangka, sistem resi gudang, dan pasar lelang.
- Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan memaksimalkan potensi pasar domestik melalui pemanfaatan daya kreasi bangsa.
- Memperkuat kelembagaan perdagangan dalam negeri yang mendorong terwujudnya persaingan usaha yang sehat, efektivitas perlindungan konsumen serta menciptakan perdagangan berjangka, sistem resi gudang, dan pasar lelang yang efisien.
Potensi Pasar Domestik
Belum lama ini McKinsey Global Institute dalam laporan risetnya berani memproyeksikan Indonesia sebagai negara berperekonomian terbesar ketujuh dunia pada tahun 2030 nanti, yakni dengan 135 juta konsumen potensial dengan pasar bernilai USD 1,8 triliun.
Angka-angka itu menunjukkan betapa besarnya potensi pasar domestik yang bisa dioptimalkan, baik oleh para investor maupun para pelaku usaha dalam negeri. Dengan kata lain, fakta ini merupakan tantangan bagi para pelaku industri manufaktur dalam negeri untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan global dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa konsumen pasar domestik.
Adapun kunci utama untuk berdiri kokoh dalam persaingan tersebut adalah kemampuan berinovasi, baik dari segi produksi maupun dari sisi pemasarannya. Hal ini penting karena kelas menengah Indonesia yang sedang tumbuh pesat saat ini merupakan konsumen-konsumen cerdas yang dinamis, berselera tinggi dan memiliki daya beli yang cukup kuat.
Bahkan, mayoritas mereka ini diprediksi para pakar ekonomi tidak akan mempersoalkan harga, tapi lebih mementingkan desain, kualitas, dan keragamaan produk. Karena itu, dalam peta persaingan perdagangan domestik ke depan para pelaku usaha nasional dituntut untuk mampu menjawab kebutuhan konsumen yang menghendaki produk-produk yang berkualitas, inovatif, variatif dan harga yang bersaing.
Sektor Logistik Penentu Daya Saing
Dalam dunia perdagangan, semua aktivitas di sektor logistik memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan daya saing sebuah produk atau komoditas. Artinya, produk atau komoditas yang unggul sekalipun tidak akan mampu bersaing di tengah-tengah persaingan pasar yang ada. Sebab, besarnya biaya logistik akan sangat berpengaruh kepada kekompetitifan harga dari produk atau komoditas.
Semua itu adalah tantangan besar yang harus bersama-sama diselesaikan untuk mendukung kinerja perdagangan dalam negeri dan juga perdagangan luar negeri secara umum. Karena, efektivitas waktu dan efisiensi biaya logistik harus menjadi muara dari semua aktivitas logistik tersebut.
Paling tidak, ada dua faktor penyebab rendahnya daya saing beberapa produk dan komoditas Indonesia. Pertama, adalah tingginya biaya logistik itu. Yakni, akumulasi dari biaya sejumlah indicator yang terkait langsung dengan biaya logistik. Diantara unsur-unsur yang menjadi penyebab tingginya biaya logistik itu adalah; 1) Belum optimalnya pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung proses pemantauan arus barang antar wilayah; 2) Sarana yang mahal dalam hal pengadaan alat angkut truk dan kapal laut (pajak dan suku bunga tinggi); 3) Masih ada sejumlah regulasi logistik yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah; 4) Rendahnya kompetensi SDM logistik; 5) Masih mengandalkan sejumlah armada yang tidak layak beroperasi.
Kedua, lamanya waktu kirim juga termasuk hal yang menyebabkan kurang kuatnya daya saing komoditas Indonesia di pasar nasional, regional maupun internasional. Faktor kedua ini membutuhkan perbaikan-perbaikan dan penambahan sejumlah prasarana logistik yang ada saat ini, seperti jalan raya, pelabuhan, dan hubungan antar moda.
Perlu dijadikan pengingat, bahwa laporan World Economic Forum 2009-2012 pernah menyebutkan bila kualitas infrastruktur Indonesia masih berada pada peringkat 82 dari 134 negara yang disurvei. Dengan peringkat tersebut, kita masih kalah dengan Malaysia yang berada di peringkat 23.
Dalam kerangka itu pula, sebagaimana diamanatkan oleh Cetak Biru Sislognas, pengembangan sistem logistik nasional juga diarahkan untuk mewujudkan konektivitas antar satu lokasi dengan lokasi lainnya, atau konektifitas antara pusat-pusat produksi dengan pasar (pusat konsumsi).
Perlu saya ingatkan, bahwa salah satu tujuan penting adanya cetak biru Sislognas adalah peningkatan kemampuan dan daya saing agar berhasil dalam persaingan global. Karena itu, dalam edisi-edisi ke depan, saya berharap besar buletin Info Logistik ini bisa memberikan wawasan-wawasan segar bagi seluruh pihak yang terkait dengan pembangunan logistik Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing produk-produk dan berbagai komoditas nasional di persaingan global. (red) (Majalah Info PDN, Edisi 1 2013)
Sumber : http://ditjenpdn.kemendag.go.id/WEB/index.php/public/information/articles-detail/kolom-anda/117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar